Cari Blog Ini

Halaman

Minggu, 04 Juli 2010

Hak kekayaan Intelektual

Hak Kekayaan Intelektual
Latar belakang
''Hak atas Kekayaan Intelektual'' (HaKI) merupakan terjemahan atas istilah ''Intellectual Property Right'' (IPR). Istilah tersebut terdiri dari tiga kata kunci yaitu: ''Hak'', ''Kekayaan'' dan ''Intelektual''. Kekayaan merupakan abstraksi yang dapat: dimiliki, dialihkan, dibeli, maupun dijual. Sedangkan ''Kekayaan Intelektual'' merupakan kekayaan atas segala hasil produksi kecerdasan daya pikir seperti teknologi, pengetahuan, seni, sastra, gubahan lagu, karya tulis, karikatur, dan seterusnya. Terakhir, HaKI merupakan hak-hak (wewenang/kekuasaan) untuk berbuat sesuatu atas Kekayaan Intelektual tersebut, yang diatur oleh norma-norma atau hukum-hukum yang berlaku.
``Hak'' itu sendiri dapat dibagi menjadi dua. Pertama, ``Hak Dasar (Azasi)'', yang merupakan hak mutlak yang tidak dapat diganggu-gugat. Umpama: hak untuk hidup, hak untuk mendapatkan keadilan, dan sebagainya. Kedua, ``Hak Amanat/ Peraturan'' yaitu hak karena diberikan oleh masyarakat melalui peraturan/perundangan. Di berbagai negara, termasuk Amrik dan Indonesia, HaKI merupakan ''Hak Amanat/Pengaturan'', sehingga masyarakatlah yang menentukan, seberapa besar HaKI yang diberikan kepada individu dan kelompok. Sesuai dengan hakekatnya pula, HaKI dikelompokkan sebagai hak milik perorangan yang sifatnya tidak berwujud (intangible).
Terlihat bahwa HaKI merupakan Hak Pemberian dari Umum (Publik) yang dijamin oleh Undang-undang. HaKI bukan merupakan Hak Azazi, sehingga kriteria pemberian HaKI merupakan hal yang dapat diperdebatkan oleh publik. Apa kriteria untuk memberikan HaKI? Berapa lama pemegang HaKI memperoleh hak eksklusif? Apakah HaKI dapat dicabut demi kepentingan umum? Bagaimana dengan HaKI atas formula obat untuk para penderita HIV/AIDs?
Tumbuhnya konsepsi kekayaan atas karya-karya intelektual pada akhirnya juga menimbulkan untuk melindungi atau mempertahankan kekayaan tersebut. Pada gilirannya, kebutuhan ini melahirkan konsepsi perlindungan hukum atas kekayaan tadi, termasuk pengakuan hak terhadapnya. Sesuai dengan hakekatnya pula, HaKI dikelompokkan sebagai hak milik perorangan yang sifatnya tidak berwujud (intangible).
Undang-undang mengenai HaKI pertama kali ada di Venice, Italia yang menyangkut masalah paten pada tahun 1470. Caxton, Galileo, dan Guttenberg tercatat sebagai penemu-penemu yang muncul dalam kurun waktu tersebut dan mempunyai hak monopoli atas penemuan mereka. Hukum-hukum tentang paten tersebut kemudian diadopsi oleh kerajaan Inggris di jaman TUDOR tahun 1500-an dan kemudian lahir hukum mengenai paten pertama di Inggris yaitu Statute of Monopolies (1623). Amerika Serikat baru mempunyai undang-undang paten tahun 1791. Upaya harmonisasi dalam bidang HaKI pertama kali terjadi tahun 1883 dengan lahirnya konvensi Paris untuk masalah paten, merek dagang dan desain. Kemudian konvensi Berne 1886 untuk masalah Hak Cipta (Copyright).
Paham Para Ahli
Prof.Dr.Ir. Rahardi Ramelan

Sebagai pengantar sekaligus membuka cara workshop “Kreatifitas, HaKI dan Hak Azasi Manusia”, Rahardi Ramelan selaku chairman CSDT kembali menegaskan bahwa salah satu tuntutan dari reformasi adalah perbaikan dalam sistem hukum yang dapat menjamin keadilan dan HAM. Berkaitan dengan thema workshop, salah satu satu tuntutan dari penegakan sistem hukum yang berkaitan langsung dengan penyelengaran HAM adalah hak untuk pengembangan kratifitas di dalam masyarakat. Sedangkan untuk mendorong pengembangan kreatifitas ini perlu ada jaminan hukum atas karya yang dihasilkan oleh kreatifitas itu sendiri, dan itulah yang kemudian disebut dengan HaKI.
Keberadaan HaKI pada dasarnya bukan wacana baru, tapi kemudian menjadi asing ketika proses sosialisasi tentang HaKI ini masih relatif rendah. Masalah dalam industri musik di Indonesia, persoalan meniru merek dagang, masih relatif rendahnya aplikasi paten atau persoaan pelanggaran HaKI dalam vidio compact dist semua adalah contih dan bukti ada persoalan dalam dalam perlindungan atas kekayaan intelektual ini. Maka workshop ini diharapkan dapat mengangkat isu-isu HaKI ini kepermukaan sembari mencatat persoalan HaKI lainnya. Hasil worksop ini kemudiaan diharapkan dapat dijadikan referensi dalam melihat persolan HaKI di negara kita serta sekaligus menjadi promosi bagi HaKI itu sendiri.

Iskandar Alisyahbana
Pada worksop ini Iskandar Alisyahbana merupakan Keynote Speaker dan mengambil tema “Development as Freedom”. Beliau juga adalah staf Ahli CSDT.

Dengan mengunakan isilah “budidaya-baru” Alisyahbana menjelaskan betapa pentingnya pengembangan dalam arti seluas-luasnya daya kreatifitas yang tersedia pada masyarakat. Kemampuan untuk mengoptimalkan potensi kreatifitas ini adalah suatu yang given dan merupakan hak azasi dari manusia. Sangat tidak arif jika kemudian itu dibatasi atau dihalang-halangi, kratifitas memberi ruang untuk berkompetisi dan berapresiasi seiring dengan perkembangan fikir manusia.
Pada proses selanjutnya seiring dengan meningkatnya kreatifitas masyarakat dan dipengaruhi oleh teori ekonomi pasarnya Adam Smith, muncul konsep hak atas kepemilikkan karya intelektual. Konsep ini kemudian di Undang-Undangkan. Penjaminan atas hasil karya intelektual ini dimaksudkan untuk meransang pertumbuhan kreatifitas, menjamin kepemilikan suatu hasil kreatifitas serta menjadikan hasil kreatifitas intelektual memiliki nilai pasar dalam artian ekonomis tersendiri.
Pada tataranini Iskandar Alisyahbsana melakukan kritikan. Pelaksanaan UU paten dan copyright telah membuka jurang yang lebar antara si kaya dan si miskin atau antara negara kaya dengan negarta miskin serata kecendrungan munculnya prilaku monopoli oleh sekelompok orang atau kelompok tertentu. Kemudian dengan melemparkan pertanyaan apakah dengan perkembangan zaman yang memasuki globalisasi serta peradapan knowledge, masih perlukah mempertahankan keberadaan sistem panten atau copyriht. Mempertajam kritikan, Alisyahbana memberi contoh beberapa tokoh intelektual yang memberikan kritikan serupa atas penerapan teori ekonomi pasar bagi kekayaan intelektual ini. Salah satu kritikan yang datang adalah dari seorang pemikir dari kampus MIT, Richard Stall. Ia mendirikan The Free Sfotware Movement, disini semua orang dibebaskan serta diransang untuk memanfaatkan software. Mereka dipersilahkan untuk meng-copy, mengubah atau memperbaiki sebuah software. Pemikiran ini memandang dengan semakin banyak orang memanfaatkan ( karena suatu karya intelektual diciptakan untuk meningkatkan harkat manusia ) maka semakin cepat tumbuh serta berkembangnya suatu ilmu. Ketika suatu hasil karya intelektual dinikmati oleh banyak orang bukan berarti menurunkan nilai krteatifitas yang dimunculkan dari karya tersebut. Bahkan sebaliknya, banyak hasil karya intelektual tidak dapat dimanfatkan oleh masyarakat, contoh ketika obat vaccine ditemukan ternyata tidak dapat membantu masyarakat miskin pada daerah tropis, karena nilai paten yang ada pada obat tersebut. Akhirnya, Alisyahbana mengajak intelektual sadari dari keangkuhan intelektual dan mengajak untuk melakukan pencerahan kepada teori ekonomi pasarnya Adam Smith.

A.Zen Umar Purba.
Pembicara adalah Dirjen Hak atas Kekayaan Intelektual, Departemen Perundang-undangan dan HAM. Pada workhsop ini ia membawa makalah dengan tema “Peran HaKI dalamm Menumbuhkan Kreatifitas Usaha”.

Menjawab beberapa pertanyaan yang dilontarkan oleh Rahardi Ramelan pada awal acara, A.Zen mencoba memaparkan perkembangan HaKI pada kondisi kekinian terutama dalam menyoroti kesiapan sistem perundang-undangan dalam mendorong dan melindungi karya intelektual serta peluang untuk melakukan promosi HaKI ke depan.
Memasuki tahun 2000 HaKI telah bergulir secara resmi dalam koridor globalisasi,artinya pengakuan hukum disatu negara secara konseptual tidak berbeda dari yang ada di negara lain. Begitu juga dengan ruang lingkup HaKI mengalami perkembangan, HaKI tidak lagi hanya mengurusi hak atas cipta, paten dan merek tapi sekarang telah meliputi hak atas desain industri, tata letak sirkit terpadu seperti rahasia dagang dan industri geografis. Hal ini sejalan dengan penataan HaKI dalam wadah World Trade Organization ( WTO ), yang didalamnya juga terlampir Agreement ontrade Realated of Intelectual Property ( Persetuan TRIPs ). Kenyataan ini yang nantinya mendorong untuk perlu melakukan ratifikasi terhadap perundang-undangan HaKI ( UU hak cipta, UU paten dan merek )di Indonesia. Ratifikasi ini kemudian diharapkan dapat memacu kreatifitas, kerena dengan perbaikan sistem perundang-undangan berarti terjamin hak kepemilikan yang akhirnya melahirkan hak serta kewajiban bagi pemiliknya.
Melihat perkembangan sistem perundang-undangan HaKI di Indonesia, A.Zen menjelaskan bahwa undang-undang HaKI merujuk pada peran HakI sebagai pendukung kegiatan untuk menghasilkan karya-karya intelektual.Hal ini dapat terlihat nyata pada implementasi UU No 6 tahun 1989 trentang hak paten, UU No 13 tahun 1997 yang memberi perlindungan hukum yang semakin efektif terhadap perkembangan kegiatan penelitian dan pengembangan teknologi atau UU No 19 tahun 1992 dalam kaitannya dengan merek.Sebagai sebuah perundang-undangan, UU HaKI mengatur tentang ruang lingkup karya intelektual ( hak dan kewajiban ), tata cara mendapatkan HaKI termasuk pendaftaran HaKI secara internasional, jangka waktu perlindungan serta prosedur pemeriksaan. Terobosan baru yang juga dilakukan adalah tersedianya paten sederhana bagi hasil karya kreatif yang tidak berteknologi tinggi. Untuk paten sederhana ini persyaratannya lebih ringan dan jangka waktu perlindungan juga tidak begitu lama.
Untuk melindunggi HaKI ini, UU HaKI telah mengatiur sangsi hukum bagi pelanggar dan diperkenalkannya sistem Penyelidikan Pegawai Negeri Sipil ( PPNS ), yang bertugas membantu penegakan HaKI.
Berhubungan dengan misi dari Dirjen HaKI dalam mempromosikan HaKI, narasumber melihat bahwa permintaan paten lokal masih tergolong rendah sekitar 2,4% dan 2,36 permintaan paten sederhana. Rendahnya permintaan paten ini pada dasarnya gejala global, tetapi melihat jumlah penduduk yang banyak dan ketergantungan akan produk asing tinggi menjadikan ini persoalan tersendiri bagi Indonesia. Peluang besar bagi kita justru dengan mengedepankan kekayaan hayati, dan ini menmjad lahan bagi peneliti untuk segera dipatenkan. Melihat banyak sumber hayati ini menjadi rujukan bagfi pihak luar untuk kepentingan penelitian. Persoalan lain adalah masih lemahnya pemahaman HaKI, sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Rahardi bahwa masyarakat kita masih belkum menghargai HaKI, contoh persoalan peniruan merek. Kita sering mendapat kritikan dari pihak luar negeri. Kepercayaaa untuk menggunakan merek dalam negeri masih kurang, ini sebetulnya seiring dengan gejala dari konsumen yang cenderung konsumtif dan memilih-milih. Belum lagi persoalan pembajakan kaset yang semakin hari semakin terbuka dan seakan-akan legal, tapi banyak aspek ang perlu dibahas ketika mencermati berbagai persoalan ini.


Josh Luhukay
Mewakili dari para praktisi Software Computer, Josh Luhukay tampil dengan makalah “HaKI Perananya dalam Industri Perangkat Lunak”.

Pada awal paparannya Josh Luhukay menjelaskan perbedaan antara hak paten dengan copyright dalam konteks industri perangkat lunak. Hak paten terletak pada algoritma, sedangkan penerapan dari algoritma adalah copyright. Oleh karena itu algoritma dapat dipatenkan sedangkan penerapan dari algoritma (copyright) tidak bisa. Sebagai contoh pengembangan pada microsof, microsof tidak dapat disebut copyright tapi berhak atas paten.
Kerumitan menetapkan suatu hasil karya pada industri perangkat lunak ini berhak memiliki copyright atau tidak sejalan dengan cepat dan panjangnya proses pengembangan pada industri perangkat lunak itu sendiri. Akibatnya copyright sering dipertentangkan dan ketika memasuki proses hukum kembali terganjal kepada proses itu kembali.
Untuk menjelaskan perkembangan industri perangkat lunak di Indonesia, Josh Luhukay melihat masih terfokus pada proses aplikasi atau integrasi. Pengembangan itu sendiri masih banmyak mengabaikan HaKI. Persoalannya disini adalah UU HaKI masih banyak berfihak pada dan menguntungkan orang lain. Sejalan dengan pemikiran A. Zen proses sosialisasi dan memperbanyak promosi HaKI merupakan agenda kedepan yang mendesak. Sosialisasi dapat dilakukan di sekolah-sekolah atau kampus yang notabene adalah kelompok pontensial dalam pengembangan ilmu seperti perangkat lunak. Strategi ini dapat dimulai dengan menyediakan wadah bagi pengembang untuk sharing dan mendorong industri perangkat lunak berkadar profesional tidak terlalu komersial.



Mawarwati Djamaluddin,Diplom.Pharm.
Narasumber adalah Sekretaris Ditjen Pengawasan Obat dan Makanan, Departemen Kesehatan RI. Dalam workhsop ini membawa makalah “ Peran HaKI dalam Industri Obat-Obatan dan Makanan “.

Melihat peran HaKI dalam industri obat-obatan dan makanan ada dua pertanyaan menarik yang dikedepankan oleh narasumber. Pertama, Sejauh mana penerapan HaKI bagi industri farmasi nasional serta sejauh mana industri farmasi nasional telah memanfaatkannya. Kedua, Bagaimana peran HaKI dalam industri farmasi nasional ancaman atau peluang.
Industri farmasi di Indonesia sebahagian besar merupakan industri manufaktur farmasi yang berorientasi pada formula obat jadi, dan untuk kebutuhan tersebut masih tergantung pada bahan bak dari impor. Lemahnya industri Litbang di Indonesia dikarenakan tingginya biaya untuk melakukan penelitian. Disamping itu cepatnya propses pengembangan produk baru yang nantinya akan membawa konsekwensi pada prilaku pasar juga kendala tersendiri dalam industri Litbang. Adapun peluang untuk bersaing dengan pihak luar yang memang padat modal adalah pada pengambangan obat tradisional yang bahan bakunya tersedia di Indonesia.
Sejalan dengan A.Zen, Mawarwati menjelaskan lebih tajam lagi bahwa kekayaan habayati dimana tercata lebih kurang 30.000 jenis tanaman dengan komposisi 940 species telah ditemuka khasisatnya dan sekitar 180 species telah diramu menjadi obat tradisional. Ini merupakan modal untuk peneliti lokal dalam bersaing dalam dunia farmasi. Peluang ini semakin memperlihatkan kondisi yang menjanjikan terutama ketika ada kecendrungan global hari ini untuk “back to nature”. Dimana masyarakat lebih banyak memilih pengunaan obat-obat tradisional untuk menghindari efek-efek negatif dari pengunaan obat biasa. Meskipun mesti disadari kecendrunga pasar ini sekaligus tantangan bagi penemu lokal, banyak peneliti luar sekarang berlomba-lomba mencari kandungan yang terdapat pada kekayaan hayati. Sebagai contoh saja sekarang seorang peneiti Amerika Serikat dan seorang peneliti Jepang telah menemukan dan mempatenm hasil temuannya manfaat dari Kunyit dan Mangkudu ( Pece ) bagi pencegashan kangker serta penghambar berkembangnya virus HIV.

Rinto Harahap
Seorang pencipta lagu, ketua Asosiasi Musik Indonesia dan konsen memperjuangkan perlindungan bagi para pencita lagu.

Berbeda dengan Alisyahbana, Rinto Harahap sebagi wakil dari kalangan seniman ( pencita lagu ) menjelaskan bahwa keberadaan HaKI dengan segala perangkar perundang-undanganya merupkan sesuatu yang ditungu-tunggu dan berharapo perlu didukung oleh semua pihak. Sosialisasi HaKI dilihat dari lamanya konsep ini seharusnya sudah sampai pada titik pemahaman, baik oleh penegak hukum yang akan mengawasi berjalannya hukum, atau oleh masyarakat sebagai konsumen maupun oleh pencipta itu sendiri sebagai orang yang mempunyai hak atas suatu karya.
Kewtiga elemen ini selama ini lemah. Masyarakat lebih bangga membeli kaset banjakan dibandingkan yang original, dan memang harganya lebih murah. Perdagangan kaset bajakan belakangan ini justru semakin banyak dan terang-terangan. Aparat keamanan serta perangkat penegak hukum lainnya terlihat masih lamban dalam mengatasi kasus-kasus pembanjakan. Dari 160 kasus 99% diantaranya hanya diberi hukum percobaan. Pada hal menurut undang-undang setiap pembnajak akan diberi hukuman 7 bulan penjara serta denda 100 juta. Penertipan penjual kaset bajakan terpaksa dihentikan hanya karena orang ang menjual adalah rakyat kecil, yang secaa tidak sengaja kita telah mendidik masyarakat untuk melanggar hukum dan tidak sadar hukum. Tidak jauh berbeda dengan kedua elemen di atas para pencipta lagu pun banyak yang tidak paham dan mengerti dengan hak yang dimilikinya. Contoh di Jepang royalty atas karya Gesang dari tahun 1950 sampai 1974 saja sudah terkumpul sebanyak 500 US dollar, tapi itu tidak bisa diambil karena Gesang tidak tercatat sebagai anggota asosiasi tersebut.
Dengan kembali menekankan perlunya penegakan HaKI, untuk memajukan musik nasional yang akhir-akhir ini telah mampu menembus pasar internasional, Rinto Harahap menutup paparannya.


Syamsul (Masyarakat HaKI, Pembajakan Hak Cipta dan Pornografi Indonesia)
Banyaknya pembajakan dan meniru karya orang lain jelas pelanggaran atas HaKI yang secara tidak kita sadari sering dipertontonkan dihadapan umum. Lemahnya pemahaman ini membuktikan pemahaman serta penghargaan masyarakat terhadap hasil karya sangat minim. Kondisi ini diberburuk dengan prilaku aparat keaman yang tidak bermoral dalam menegakan hukum. Munculnya pendeking-pendeking sudah menjadi rahasia umum dan merupakan penyakit bangsa ini. Artinya, marak dan semakin banyaknya kreatifitas masyarakat tidak sebanding atau tidak diiringi dengan membaiknya supremasi hukum.

Zen Umar
1. Masalah HaKI bisa masuk disemua dimensi kehidupan, intelektual tidak hanya berupa hasil kerja seseorang tetapi berhubungan dengan nilai-nilai dan cita-cita luhur serta itu bahagian dari sesuatu yang kondrati. Tetapi bukan berarti kita terjebak dengan pemikiran yang dilontarkan oleh Alisyahbana. Perlindungan terhadap kekayaan intelektual itu sangat perlu, setiap orang memiliki potensi untuk mengembangkan pemikiran melalui karya-karya intelektualnya tapi tidak semua orang sangup mengembangkan dan tergantung pada usaha maka bagi mereka yang berusaha wajar jika memperoleh perlindungan atas usaha kreatifitas yang dikembangkannya.
2. Mengusulkan bagaimana untuk setiap makanan perlu diberlakukan sertifikat halal, karena makanan halal pasti sehat tapi belum tentu makanan yang sehat itu halal.
3. Sistem pendaftaran HaKI diubah karena banyak para “kreativator” kita yang berpendidika rendah sehingga hambatan teknis untuk memperoleh HaKI, ini trjadi seperti kasus Gesang.
4. Advokasi perlu dilakukan untuk sosialisasi peningkatan pengetahuan kepada masyarakat, pengusaha kecil dan menengah.



Heliarti (Institut Teknologi Bandung)
1. Tujuan dari HaKI adalah bagaimana terjadi pemerataan pada sosial welfare. Untuk itu sebaiknya HaKI di Indonesia bukanlah sebagai sesuatu yang independen tapi sebagai satu rangkaian dari seluruh sistem ekonomi. Oleh karena itu perlu dikembangkan sistim HaKI yang majemuk dalam kaitannya pada seluruh sistem ekonomi, jadi keduanya bukan dua hal yang terpisah.
2. Maka perlu dibuat suatu unit manajemen yang membantu pengelolaan aset kekayaan intelektual bangsa, seperti pemungutan royalty, proteksi, membisniskan dan lain-lain. Sehingga untuk urusan tersebut bukanlah tangung jawab peneliti itu sendiri.
3. Kekayaan intelektual domistik menjadi aset pembangunan nasional.
4. HaKI tanpa enterpreneurship tidak ada apa-apanya
5. Perlu dibuat Insurance Technology



Syam (Fakultas Hukum UNAS)
1. Undang-Undang HaKi sebagai perangsang kreativitas mengacu pada dua akses kreativitas:
1. Kreativitas Shadow
2. Kreativitas Tiruan/ Mimesis
2. Kreativitas Mimesis ini sering mengarah pada peniruan atas sesuatu yang telad ada sebelumnya tapi tidak mengikuti standar prosedur/izin yang ada. Ini artinya para intelektuak kita banyak yang tidak memperdulikan kode etik.
3. Bagimana kalau setiap makanan menggunakan sertifikasi halal? Karena setiap makanan yang halal pasti sehat sementara makanan yang sehat belum tentu halal.
4. Bagaimana kalau sistem pendaftaran HaKi diubah? Karena banyak para “kreativator” kita yang tidak memiliki tingkat pendidikan yang cukup sehingga hasil kretivitas mereka mengalami hambatan teknis untuk measuk dalam lingkup lembaga HaKI, seperti kasus ATP dan gesang.
5. Sosialisasi serta peningkatan pengetahuan dan pemahaman akan Haki perlu dilakukan kepada masyarakat, pengusaha kecil dan menengah

Aris
1. Saat ini kita perlu memasyarakatkan penemuan-penemuan yang nantinya diharapkan dapat merangsang penemuan-penemuan baru di Indonesia
2. Institute penemuan Indonesia perlu didirikan di THC sekaligus pemberian gelar penemu. Hal ini perlu dilakuakn dalam rangka menstimulan kretivitas penemuan-penemuan baru
3. Perlu membuat Website Hak-hak Paten yang ada di Indonesia secara on line
4. Kita juga perlu menerbitkan buku-buku penemuan baru dari tingkat SD s/d Universitas dengan tujuan yang sama dengan sebelumnya
5. Event-Event atau festival-festival penemuan-penemuan terbaru perlu diangkatkan

Aneka Ragam HaKI
• Hak Cipta (Copyright). Berdasarkan pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta:
Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
• Paten (Patent). Berdasarkan Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten:
Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada Inventor atas hasil Invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri Invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya.
Berbeda dengan hak cipta yang melindungi sebuah karya, paten melindungi sebuah ide, bukan ekspresi dari ide tersebut. Pada hak cipta, seseorang lain berhak membuat karya lain yang fungsinya sama asalkan tidak dibuat berdasarkan karya orang lain yang memiliki hak cipta. Sedangkan pada paten, seseorang tidak berhak untuk membuat sebuah karya yang cara bekerjanya sama dengan sebuah ide yang dipatenkan.
• Merk Dagang (Trademark). Berdasarkan pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek:
Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.
Contoh: Kacang Atom cap Ayam Jantan.
• Rahasia Dagang (Trade Secret). Menurut pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 Tentang Rahasia Dagang:
Rahasia Dagang adalah informasi yang tidak diketahui oleh umum di bidang teknologi dan/atau bisnis, mempunyai nilai ekonomi karena berguna dalam kegiatan usaha, dan dijaga kerahasiaannya oleh pemilik Rahasia Dagang.
Contoh: rahasia dari formula Parfum.
• Service Mark. Adalah kata, prase, logo, simbol, warna, suara, bau yang digunakan oleh sebuah bisnis untuk mengindentifikasi sebuah layanan dan membedakannya dari kompetitornya. Pada prakteknya perlindungan hukum untuk merek dagang sedang service mark untuk identitasnya. Contoh: ''Pegadaian: menyelesaikan masalah tanpa masalah''.
• Desain Industri. Berdasarkan pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri:
Desain Industri adalah suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau komposisi garis atau warna, atau garis dan warna, atau gabungan daripadanya yang berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi yang memberikan kesan estetis dan dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang, komoditas industri, atau kerajinan tangan.
• Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu. Berdasarkan pasal 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu;
Ayat 1: Sirkuit Terpadu adalah suatu produk dalam bentuk jadi atau setengah jadi, yang di dalamnya terdapat berbagai elemen dan sekurang-kurangnya satu dari elemen tersebut adalah elemen aktif, yang sebagian atau seluruhnya saling berkaitan serta dibentuk secara terpadu di dalam sebuah bahan semikonduktor yang dimaksudkan untuk menghasilkan fungsi elektronik.
Ayat 2: Desain Tata Letak adalah kreasi berupa rancangan peletakan tiga dimensi dari berbagai elemen, sekurang-kurangnya satu dari elemen tersebut adalah elemen aktif, serta sebagian atau semua interkoneksi dalam suatu Sirkuit Terpadu dan peletakan tiga dimensi tersebut dimaksudkan untuk persiapan pembuatan Sirkuit Terpadu.
• Indikasi Geografis. Berdasarkan pasal 56 ayat 1 Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek:
Indikasi-geografis dilindungi sebagai suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia, atau kombinasi dari kedua faktor tersebut, memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan.


HaKI Perangkat Lunak
Di Indonesia, HaKI PL termasuk ke dalam kategori Hak Cipta (Copyright). Beberapa negara, mengizinkan pematenan perangkat lunak. Pada industri perangkat lunak, sangat umum perusahaan besar memiliki portfolio paten yang berjumlah ratusan, bahkan ribuan. Sebagian besar perusahaan-perusahaan ini memiliki perjanjian cross-licensing, artinya ''Saya izinkan anda menggunakan paten saya asalkan saya boleh menggunakan paten anda''. Akibatnya hukum paten pada industri perangkat lunak sangat merugikan perusahaan-perusahaan kecil yang cenderung tidak memiliki paten. Tetapi ada juga perusahaan kecil yang menyalahgunakan hal ini.
Banyak pihak tidak setuju terhadap paten perangkat lunak karena sangat merugikan industri perangkat lunak. Sebuah paten berlaku di sebuah negara. Jika sebuah perusahaan ingin patennya berlaku di negara lain, maka perusahaan tersebut harus mendaftarkan patennya di negara lain tersebut. Tidak seperti hak cipta, paten harus didaftarkan terlebih dahulu sebelum berlaku.
Perangkat Lunak Berpemilik
Perangkat lunak berpemilik (propriety) ialah perangkat lunak yang tidak bebas atau pun semi-bebas. Seseorang dapat dilarang, atau harus meminta izin, atau akan dikenakan pembatasan lainnya sehingga menyulitkan – jika menggunakan, mengedarkan, atau memodifikasinya.
Perangkat Komersial
Perangkat lunak komersial adalah perangkat lunak yang dikembangkan oleh kalangan bisnis untuk memperoleh keuntungan dari penggunaannya. ``Komersial'' dan ``kepemilikan'' adalah dua hal yang berbeda! Kebanyakan perangkat lunak komersial adalah berpemilik, tapi ada perangkat lunak bebas komersial, dan ada perangkat lunak tidak bebas dan tidak komersial. Sebaiknya, istilah ini tidak digunakan.

Perangkat Lunak Semi-Bebas
Perangkat lunak semibebas adalah perangkat lunak yang tidak bebas, tapi mengizinkan setiap orang untuk menggunakan, menyalin, mendistribusikan, dan memodifikasinya (termasuk distribusi dari versi yang telah dimodifikasi) untuk tujuan tertentu (Umpama nirlaba). PGP adalah salah satu contoh dari program semibebas. Perangkat lunak semibebas jauh lebih baik dari perangkat lunak berpemilik, namun masih ada masalah, dan seseorang tidak dapat menggunakannya pada sistem operasi yang bebas.
Public Domain
Perangkat lunak public domain ialah perangkat lunak yang tanpa hak cipta. Ini merupakan kasus khusus dari perangkat lunak bebas non-copyleft, yang berarti bahwa beberapa salinan atau versi yang telah dimodifikasi bisa jadi tidak bebas sama sekali. Terkadang ada yang menggunakan istilah ``public domain'' secara bebas yang berarti ``cuma-cuma'' atau ``tersedia gratis". Namun ``public domain'' merupakan istilah hukum yang artinya ``tidak memiliki hak cipta''. Untuk jelasnya, kami menganjurkan untuk menggunakan istilah ``public domain'' dalam arti tersebut, serta menggunakan istilah lain untuk mengartikan pengertian yang lain.
Sebuah karya adalah public domain jika pemilik hak ciptanya menghendaki demikian. Selain itu, hak cipta memiliki waktu kadaluwarsa. Sebagai contoh, lagulagu klasik sebagian besar adalah public domain karena sudah melewati jangka waktu kadaluwarsa hak cipta.
Freeware
Istilah ``freeware'' tidak terdefinisi dengan jelas, tapi biasanya digunakan untuk paket-paket yang mengizinkan redistribusi tetapi bukan pemodifikasian (dan kode programnya tidak tersedia). Paket-paket ini bukan perangkat lunak bebas.

Shareware
Shareware ialah perangkat lunak yang mengizinkan orang-orang untuk meredistribusikan salinannya, tetapi mereka yang terus menggunakannya diminta untuk membayar biaya lisensi. Dalam prakteknya, orang-orang sering tidak mempedulikan perjanjian distribusi dan tetap melakukan hal tersebut, tapi sebenarnya perjanjian tidak mengizinkannya.
Perangkat Lunak Bebas
Perangkat lunak bebas ialah perangkat lunak yang mengizinkan siapa pun untuk menggunakan, menyalin, dan mendistribusikan, baik dimodifikasi atau pun tidak, secara gratis atau pun dengan biaya. Perlu ditekankan, bahwa kode sumber dari program harus tersedia. Jika tidak ada kode program, berarti bukan perangkat lunak. Perangkat Lunak Bebas mengacu pada kebebasan para penggunanya untuk menjalankan, menggandakan, menyebarluaskan, mempelajari, mengubah dan meningkatkan kinerja perangkat lunak. Tepatnya, mengacu pada empat jenis kebebasan bagi para pengguna perangk at lunak:
• Kebebasan 0. Kebebasan untuk menjalankan programnya untuk tujuan apa saja.
• Kebebasan 1. Kebebasan untuk mempelajari bagaimana program itu bekerja serta dapat disesuaikan dengan kebutuhan anda. Akses pada kode program merupakan suatu prasyarat.
• Kebebasan 2. Kebebasan untuk menyebarluaskan kembali hasil salinan perangkat lunak tersebut sehingga dapat membantu sesama anda.
• Kebebasan 3. Kebebasan untuk meningkatkan kinerja program, dan dapat menyebarkannya ke khalayak umum sehingga semua menikmati keuntungannya. Akses pada kode program merupakan suatu prasyarat juga.
Suatu program merupakan perangkat lunak bebas, jika setiap pengguna memiliki semua dari kebebasan tersebut. Dengan demikian, anda seharusnya bebas untuk menyebarluaskan salinan program itu, dengan atau tanpa modifikasi (perubahan), secara gratis atau pun dengan memungut biaya penyebarluasan, kepada siapa pun dimana pun. Kebebasan untuk melakukan semua hal di atas berarti anda tidak harus meminta atau pun membayar untuk izin tersebut.
Perangkat lunak bebas bukan berarti ``tidak komersial''. Program bebas harus boleh digunakan untuk keperluan komersial. Pengembangan perangkat lunak bebas secara komersial pun tidak merupakan hal yang aneh; dan produknya ialah perangkat lunak bebas yang komersial.
Copylefted/Non-Copylefted
Perangkat lunak copylefted merupakan perangkat lunak bebas yang ketentuan pendistribusinya tidak memperbolehkan untuk menambah batasan-batasan tambahan – jika mendistribusikan atau memodifikasi perangkat lunak tersebut. Artinya, setiap salinan dari perangkat lunak, walaupun telah dimodifikasi, haruslah merupakan perangkat lunak bebas.
Perangkat lunak bebas non-copyleft dibuat oleh pembuatnya yang mengizinkan seseorang untuk mendistribusikan dan memodifikasi, dan untuk menambahkan batasan-batasan tambahan dalamnya. Jika suatu program bebas tapi tidak copyleft, maka beberapa salinan atau versi yang dimodifikasi bisa jadi tidak bebas sama sekali. Perusahaan perangkat lunak dapat mengkompilasi programnya, dengan atau tanpa modifikasi, dan mendistribusikan file tereksekusi sebagai produk perangkat lunak yang berpemilik. Sistem X Window menggambarkan hal ini.
Perangkat Lunak Kode Terbuka
Konsep Perangkat Lunak Kode Terbuka (Open Source Software) pada intinya adalah membuka kode sumber (source code) dari sebuah perangkat lunak. Konsep ini terasa aneh pada awalnya dikarenakan kode sumber merupakan kunci dari sebuah perangkat lunak. Dengan diketahui logika yang ada di kode sumber, maka orang lain semestinya dapat membuat perangkat lunak yang sama fungsinya. Open source hanya sebatas itu. Artinya, tidak harus gratis. Kita bisa saja membuat perangkat lunak yang kita buka kode-sumber-nya, mempatenkan algoritmanya, medaftarkan hak cipta, dan tetap menjual perangkat lunak tersebut secara komersial (alias tidak gratis). definisi open source yangasli seperti tertuang dalam OSD (Open Source Definition) yaitu:
• Free Redistribution
• Source Code
• Derived Works
• Integrity of the Authors Source Code
• No Discrimination Against Persons or Groups
• No Discrimination Against Fields of Endeavor
• Distribution of License
• License Must Not Be Specific to a Product
• License Must Not Contaminate Other Software
GNU General Public License (GNU/GPL)
GNU/GPL merupakan sebuah kumpulan ketentuan pendistribusian tertentu untuk meng-copyleft-kan sebuah program. Proyek GNU menggunakannya sebagai perjanjian distribusi untuk sebagian besar perangkat lunak GNU. Sebagai contoh adalah lisensi GPL yang umum digunakan pada perangkat lunak Open Source. GPL memberikan hak kepada orang lain untuk menggunakan sebuah ciptaan asalkan modifikasi atau produk derivasi dari ciptaan tersebut memiliki lisensi yang sama. Kebalikan dari hak cipta adalah public domain. Ciptaan dalam public domain dapat digunakan sekehendaknya oleh pihak lain.
Komersialisasi Perangkat Lunak
Bebas pada kata perangkat lunak bebas tepatnya adalah bahwa para pengguna bebas untuk menjalankan suatu program, mengubah suatu program, dan mendistribusi ulang suatu program dengan atau tanpa mengubahnya. Berhubung perangkat lunak bebas bukan perihal harga, harga yang murah tidak menjadikannya menjadi lebih bebas, atau mendekati bebas. Jadi jika anda mendistribusi ulang salinan dari perangkat lunak bebas, anda dapat saja menarik biaya dan mendapatkan uang. Mendistribusi ulang perangkat lunak bebas merupakan kegiatan yang baik dan sah; jika anda melakukannya, silakan juga menarik keuntungan.
Beberapa bentuk model bisnis yang dapat dilakukan dengan Open Source:
• Support/seller, pendapatan diperoleh dari penjualan media distribusi, branding, pelatihan, jasa konsultasi, pengembangan custom, dan dukungan setelah penjualan.
• Loss leader, suatu produk Open Source gratis digunakan untuk menggantikan perangkat lunak komersial.
• Widget Frosting, perusahaan pada dasarnya menjual perangkat keras yang menggunakan program open source untuk menjalankan perangkat keras seperti sebagai driver atau lainnya.
• Accecorizing, perusahaan mendistribusikan buku, perangkat keras, atau barang fisik lainnya yang berkaitan dengan produk Open Source, misal penerbitan buku O Reilly.
• Service Enabler, perangkat lunak Open Source dibuat dan didistribusikan untuk mendukung ke arah penjualan service lainnya yang menghasilkan uang.
• Brand Licensing, Suatu perusahaan mendapatkan penghasilan dengan penggunaan nama dagangnya.
• Sell it, Free it, suatu perusahaan memulai siklus produksinya sebagai suatu produk komersial dan lalu mengubahnya menjadi produk open Source.
• Software Franchising, ini merupakan model kombinasi antara brand licensing dan support/seller.
Ancaman dan Tantangan
Perangkat Keras Rahasia
Para pembuat perangkat keras cenderung untuk menjaga kerahasiaan spesifikasi perangkat mereka. Ini menyulitkan penulisan driver bebas agar Linux dan XFree86 dapat mendukung perangkat keras baru tersebut. Walau pun kita telah memiliki sistem bebas yang lengkap dewasa ini, namun mungkin saja tidak di masa mendatang, jika kita tidak dapat mendukung komputer yang akan datang.

Pustaka tidak bebas
Pustaka tidak bebas yang berjalan pada perangkat lunak bebas dapt menjadi perangkap bagi pengembang perangkat lunak bebas. Fitur menarik dari pustaka tersebut merupakan umpan; jika anda menggunakannya; anda akan terperangkap, karena program anda tidak akan menjadi bagian yang bermanfaat bagi sistem operasi bebas. Jadi, kita dapat memasukkan program anda, namun tidak akan berjalan jika pustaka-nya tidak ada. Lebih parah lagi, jika program tersebut menjadi terkenal, tentunya akan menjebak lebih banyak lagi para pemrogram.
Paten perangkat Lunak
Ancaman terburuk yang perlu dihadapi berasal dari paten perangkat lunak, yang dapat berakibat pembatasan fitur perangkat lunak bebas lebih dari dua puluh tahun. Paten algoritma kompresi LZW diterapkan 1983, serta hingga baru-baru ini, kita tidak dapat membuat perangkat lunak bebas untuk kompresi GIF. Tahun 1998 yang lalu, sebuah program bebas yang menghasilkan suara MP3 terkompresi terpaksa dihapus dari distro akibat ancaman penuntutan paten.
Dokumentasi Bebas
Perangkat lunak bebas seharusnya dilengkapi dengan dokumentasi bebas pula. Sayang sekali, dewasa ini, dokumentasi bebas merupakan masalah yang paling serius yang dihadapi oleh masyarakat perangkat lunak bebas.




Rangkuman
Arti bebas yang salah, telah menimbulkan persepsi masyarakat bahwa perangkat lunak bebas merupakan perangkat lunak yang gratis. Perangkat lunak bebas ialah perihal kebebasan, bukan harga. Konsep kebebasan yang dapat diambil dari kata bebas pada perangkat lunak bebas adalah seperti kebebasan berbicara bukan seperti bir gratis. Maksud dari bebas seperti kebebasan berbicara adalah kebebasan untuk menggunakan, menyalin, menyebarluaskan, mempelajari, mengubah, dan meningkatkan kinerja perangkat lunak.
Suatu perangkat lunak dapat dimasukkan dalam kategori perangkat lunak bebas bila setiap orang memiliki kebebasan tersebut. Hal ini berarti, setiap pengguna perangkat lunak bebas dapat meminjamkan perangkat lunak yang dimilikinya kepada orang lain untuk dipergunakan tanpa perlu melanggar hukum dan disebut pembajak. Kebebasan yang diberikan perangkat lunak bebas dijamin oleh copyleft, suatu cara yang dijamin oleh hukum untuk melindungi kebebasan para pengguna perangkat lunak bebas. Dengan adanya copyleft maka suatu perangkat lunak bebas beserta hasil perubahan dari kode sumbernya akan selalu menjadi perangkat lunak bebas. Kebebasan yang diberikan melalui perlindungan copyleft inilah yang membuat suatu program dapat menjadi perangkat lunak bebas.
Keuntungan yang diperoleh dari penggunaan perangkat lunak bebas adalah karena serbaguna dan efektif dalam keanekaragaman jenis aplikasi. Dengan pemberian kode-sumber-nya, perangkat lunak bebas dapat disesuaikan secara khusus untuk kebutuhan pemakai. Sesuatu yang tidak mudah untuk terselesaikan dengan perangkat lunak berpemilik. Selain itu, perangkat lunak bebas didukung oleh milis-milis pengguna yang dapat menjawab pertanyaan yang timbul karena permasalahan pada penggunaan perangkat lunak bebas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengikut